Hiduplah Untuk yang Maha Hidup
Oleh : Irham SB
Bahagia itu tentang perspektif, bagaimana cara pandang kita
terhadap apa yang kita sebut dengan kebahagiaan itu sendiri, kalau kita
berasumsi bahwa kebahagian adalah melimpahnya harta, maka Bill Gates lah
manusia paling bahagia dimuka bumi ini, Bill Gates dengan perusahaannya mampu
menghasilkan kekayaan sampai milyaran dollar Amerika, kekayaan melimpah yang
dimilikinya membuatnya hampir tidak pernah absen untuk memuncaki dereten orang-orang
terkaya didunia. Begitu juga Denmark, salah satu negara dengan rata-rata
pendapatan perkapita paling tinggi di dunia, membuat para ekonom dunia
menyebutnya salah satu negara dengan tingkat kebahagiaan tertinggi didunia.
Atau setelah seseorang memiliki jauh
lebih banyak uang dari yang sanggup ia gunakan, apa lagi yang akan membuatnya
lebih bahagia? Bagi mereka yang mempunya mentalitas menguasai jawabanya adalah
kekuasaan. Kekuasaanlah yang akan menjadi puncak kebahagiaan menurut mereka.
Atau sebagian orang mengatakan bahwa bahagia itu ketika anda mampu menikahi
wanita catik, kaya, dan memiliki keluarga yang terpandang di masyarakat, maka
itulah yang disebut bahagia. Namun jika cara pandang kita mengenai kebahagian seperti
diatas, yaitu hanya sekedar meteri semata, maka kita sebagai muslim telah salah
total untuk mendefinisikan kebahagiaan, bahkan kita bisa terjerumus kepada paham
meterialis, ego manusia yang hanya menilai segala sesuatu yang bersifat materi.
“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiaasannya, pasti
Kami beri balasan penuh atas pekerjaannya di dunia dan mereka di dunia tidak
akan dirugikan. Itulah mereka, orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu diakhirat
kecuali neraka, dan sia-sialah apa yang telah mereka usahakan didunia dan terhapuslah apa yang
telah mereka kerjakan ( Hud 15-16)”.
Kebahagian menurut islam adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Kekuasaan,
harta melimpah luas, istri cantik, kaya, dan memiliki keluarga terpandang itu
semua hanya kebahagiaan yang bersifat wasilah, kebahagiaan yang menjadi sarana
kepada kebahagiaan hakiki, yang mana letak kebahagian yang hakiki itu berada
pada keistiqomahan kita dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Taala.
“ Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa
yang diinginkan, berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam
bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan kehidupan di dunia, dan disisi Allah tempat kembali yang baik.
Katakanlah, maukah kau Aku kabarkan yang lebih baik dari demikiaan itu semua?,
Bagi orang-orang yang bertaqwa tersedia disisi Tuhan mereka syurga-syurga yang
mengalir dibawahnya sungai sugai, mereka kekal di dalamnya , dan pasangan
pasangan-yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah maha Melihat hamba hambanya. ( Ali Imran 14 – 15)”
Orang yang berbahagia itu, seseorang mukmin yang selalu istiqomah
dalam ketaatan Allah dan Rosulnya, maka kebahagian dunia dan akhirat ganjaran baginya. Di dunia dia dikaruniai oleh
Allah untuk dapat berjalan di jalan para nabi, shadiqin, syuhada dan shalihin,
juga dijauhkan dari jalan almaghdhubu alaihim yaitu yahudi dan dholin yaitu
nashrani. Dan diakhirat pula dia akan dikumpulkan di padang mahsyar bersama
para wali- wali Allah dan kelak ditempatkan pada surgaNya.
Orang yang bahagia itu, seseorang yang hidup dibawah naungan Quran
dan Sunnah, yang mana hatinya selalu mengingat untuk berdzikir kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
“ Yaitu orang orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Dan orang beriman dan
mengerjakan kebaikan, mereka mandapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
( Ar Ra’d 28-29)”
Maka jika kita mengandai-andaikan kebahagiaan hakiki, sesungguhnya
ada pada ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, selalu istiqomah di
jalan-Nya, dan berpegang teguh pada sunnah Rosul-Nya, serta memurnikan tauhid
kepada-Nya, Maka kita akan merasakan kebahagiaan hakiki, dan puncak dari kebahagiaan
ini adalah kita dapat merasakan manisnya iman.
Ibnu Taimiyah pernah berkata “ Surgaku dan kebunku ada di dadaku,
dia tidak akan pernah pergi atau lepas dari diriku, sesungguhnya apa yang bisa
dilakukan musuh musuhku terhadap diriku?, jika mereka memenjaraiku maka penjara
adalah tempatku berkhalwat kepada Robku, jika mereka membunuhku, maka aku akan
mati syahid, jika mereka mengasingkan ke suatu wilayah maka sungguh bagiku itu
adalah siahah. ”
Dan beginilah puncak kebahagiaan dari seorang mukmin, kata-kata
yang tidak mungkin keluar dari mulut seseorang kecuali mereka yang telah
merasakan manisnya iman, baginya kebahagiaan hakiki adalah keistiqomahan dalam
bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bagaimanapun situasi atau keadaan
yang sedang mereka hadapi. Wallahu Alam
0 komentar:
Posting Komentar