Minggu, 27 Oktober 2019



Hiduplah Untuk yang Maha Hidup

Oleh : Irham SB

Bahagia itu tentang perspektif, bagaimana cara pandang kita terhadap apa yang kita sebut dengan kebahagiaan itu sendiri, kalau kita berasumsi bahwa kebahagian adalah melimpahnya harta, maka Bill Gates lah manusia paling bahagia dimuka bumi ini, Bill Gates dengan perusahaannya mampu menghasilkan kekayaan sampai milyaran dollar Amerika, kekayaan melimpah yang dimilikinya membuatnya hampir tidak pernah absen untuk memuncaki dereten orang-orang terkaya didunia. Begitu juga Denmark, salah satu negara dengan rata-rata pendapatan perkapita paling tinggi di dunia, membuat para ekonom dunia menyebutnya salah satu negara dengan tingkat kebahagiaan tertinggi didunia. Atau setelah seseorang memiliki  jauh lebih banyak uang dari yang sanggup ia gunakan, apa lagi yang akan membuatnya lebih bahagia? Bagi mereka yang mempunya mentalitas menguasai jawabanya adalah kekuasaan. Kekuasaanlah yang akan menjadi puncak kebahagiaan menurut mereka. Atau sebagian orang mengatakan bahwa bahagia itu ketika anda mampu menikahi wanita catik, kaya, dan memiliki keluarga yang terpandang di masyarakat, maka itulah yang disebut bahagia. Namun jika cara pandang kita mengenai kebahagian seperti diatas, yaitu hanya sekedar meteri semata, maka kita sebagai muslim telah salah total untuk mendefinisikan kebahagiaan, bahkan kita bisa terjerumus kepada paham meterialis, ego manusia yang hanya menilai segala sesuatu yang bersifat materi.

“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiaasannya, pasti Kami beri balasan penuh atas pekerjaannya di dunia dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah mereka, orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu diakhirat kecuali neraka, dan sia-sialah apa yang telah mereka  usahakan didunia dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan ( Hud 15-16)”.

Kebahagian menurut islam adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Kekuasaan, harta melimpah luas, istri cantik, kaya, dan memiliki keluarga terpandang itu semua hanya kebahagiaan yang bersifat wasilah, kebahagiaan yang menjadi sarana kepada kebahagiaan hakiki, yang mana letak kebahagian yang hakiki itu berada pada keistiqomahan kita dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Taala.

“ Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan kehidupan di dunia, dan disisi Allah tempat kembali yang baik. Katakanlah, maukah kau Aku kabarkan yang lebih baik dari demikiaan itu semua?, Bagi orang-orang yang bertaqwa tersedia disisi Tuhan mereka syurga-syurga yang mengalir dibawahnya sungai sugai, mereka kekal di dalamnya , dan pasangan pasangan-yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah maha Melihat hamba hambanya. ( Ali Imran 14 – 15)”

Orang yang berbahagia itu, seseorang mukmin yang selalu istiqomah dalam ketaatan Allah dan Rosulnya, maka kebahagian dunia dan akhirat  ganjaran baginya. Di dunia dia dikaruniai oleh Allah untuk dapat berjalan di jalan para nabi, shadiqin, syuhada dan shalihin, juga dijauhkan dari jalan almaghdhubu alaihim yaitu yahudi dan dholin yaitu nashrani. Dan diakhirat pula dia akan dikumpulkan di padang mahsyar bersama para wali- wali Allah dan kelak ditempatkan pada surgaNya.

Orang yang bahagia itu, seseorang yang hidup dibawah naungan Quran dan Sunnah, yang mana hatinya selalu mengingat untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.   

 “ Yaitu orang orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Dan orang beriman dan mengerjakan kebaikan, mereka mandapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik. ( Ar Ra’d 28-29)”

Maka jika kita mengandai-andaikan kebahagiaan hakiki, sesungguhnya ada pada ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, selalu istiqomah di jalan-Nya, dan berpegang teguh pada sunnah Rosul-Nya, serta memurnikan tauhid kepada-Nya, Maka kita akan merasakan kebahagiaan hakiki, dan puncak dari kebahagiaan ini adalah kita dapat merasakan manisnya iman.

Ibnu Taimiyah pernah berkata “ Surgaku dan kebunku ada di dadaku, dia tidak akan pernah pergi atau lepas dari diriku, sesungguhnya apa yang bisa dilakukan musuh musuhku terhadap diriku?, jika mereka memenjaraiku maka penjara adalah tempatku berkhalwat kepada Robku, jika mereka membunuhku, maka aku akan mati syahid, jika mereka mengasingkan ke suatu wilayah maka sungguh bagiku itu adalah siahah. ”

Dan beginilah puncak kebahagiaan dari seorang mukmin, kata-kata yang tidak mungkin keluar dari mulut seseorang kecuali mereka yang telah merasakan manisnya iman, baginya kebahagiaan hakiki adalah keistiqomahan dalam bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bagaimanapun situasi atau keadaan yang sedang mereka hadapi. Wallahu Alam





0 komentar:

Posting Komentar

Kategori

Berita Terbaru

Blog Archive